PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aplikasi teori belajar merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang yang memiliki potensi cukup besar dalam pengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sistem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan.
Adapun implikasi teater belajar dalam pembelajaran di kelas ataupun atau dalam dunia pendidikan.adapun teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok atau aliran meliputi:
a) teori belajar behavioristic
b) teori belajar kognitif
c) teori belajar humanistic
d) teori belajar sibernetik
Keempat aliran teori belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda yakni aliran behavioristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada” proses” belajar. Aliran humanistik menekankan pada” isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik menekankan pada” sistem informasi” yang dipelajari.
Implikasi teori belajar dalam pendidikan merupakan suatu usaha yang harus dilakukan khususnya yang didasarkan atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan, sangat besar perannya untuk peningkatan pendidikan, baik dilihat dari segi pendidikan secara umum maupun dalam perspektif Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari teori belajar dalam pendidikan?
2. Bagaimana implementasi teori-teori belajar dalam perspektif islam?
3. Apa saja teori belajar ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari teori belajar dalam pendidikan
2. Mengetahui implementasi teori-teori belajar dalam perspektif islam
3. Mengetahui teori belajar
PEMBAHASAN
A. Implikasi Teori Belajar Dalam Pendidikan
Implikasi teori belajar dalam pendidikan merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor tersebut yaitu sarana dan prasarana. Adapun implikasi teori belajar dalam pendidikan ada 4 yaitu:
a. Implikasi teori behavioristic
Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang di rancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pembelajaran yang di rancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) Ke orang hang belajar atau pebelajar. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
b. Implikasi teori kognitif
Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
c. Implikasi teori humanistic
Implikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
d. Implikasi teori Sibernetik
Implikasi teori Sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, dan menilai unjuk kerja.
B. Implementasi Teori-teori Belajar dalam Perspektif Islam
Berkenaan dengan teori belajar pendidikan agama Islam dalam membahas tentang teori pendidikan dalam Alqur’an, Abdurrahman Saleh Abdullah (1994:23) Menyatakan bahwa secara nyata, alqur,an merupakan sebuah kitab yang banyak menunjukkan verifikasi-verifikasi ilmiah. Alqur,an surah Al-Baqarah [2]:3 menyatakan bahwa beriman kepada yang gaib merupakan bagian dari iman yang mendahului petunjuk tingkah laku yang dapat diamati secara nyata.
Selanjutnya Abdurrahman (1994:24) Menyatakan bahwa karena asas-asas dasarnya dipadukan antara satu dengan yang lain, maka teori pendidikan islam (termaksud teori belajar pendidikan agama Islam) dapat dinyatakan sebagai teori terpadu dan menyeluruh dimana asas- asas dasar alqur,an membentuk inti prima.Sejauh alqur,an mengandung satu kesatuan pandangan terhadap manusia dan alam semesta, maka teori pendidikan Islam harus terletak pada dasar satu kesatuan tersebut.
C. Teori Belajar
Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.
Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat di uji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi 4 golongan atau aliran yaitu:
a. Teori belajar Behavioristik
b. Teori belajar Kognitif
c. Teori belajar Humanistik
d. Teori belajar Sibernetik
• Aliran Teori Behavioristik
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan ).
• Aliran Teori Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh.
• Aliran Teori Humanistik
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekan kan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
• Aliran Teori Sibernetik
Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala sesuatu, sebab cara belajara sangat ditentukan oleh system informasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori behavioristik menekankan pada “hasil” dari pada proses belajar. Teori kognitif menekankan pada “proses” belajar. Teori humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Teori sibernetik menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari.
B. Saran
Sebagai seorang pengajar perlu sekali mengetahui teori-teori belajar agar pendidikan di Indonesia menjadi semakin lebih baik dimasa sekarang dan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzah. B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi pembelajaran.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pembelajaran konsep
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belajar konsep mengacu pada setiap kegiatan di mana pelajar harus belajar mengklasifikasikan dua atau lebih peristiwa yang agak berbeda atau benda ke dalam satu kategori. Pembelajaran konsep mencakup belajar untuk membuat tanggapan umum kepada sekelompok stimulus yang memiliki beberapa fitur atau sifat yang sama. Konsep mengacu pada serangkaian fitur atau atribut satu atau lebih sifat-sifat umum yang dihubungkan oleh sebuah aturan. Belajar konsep di sisi lain mencakup belajar respon tunggal untuk dua atau lebih rangsangan yang merupakan perbandingan antara stimulus dan respon. Belajar konsep mengharuskan pelajar datang untuk menanggapi fitur yang relevan dengan konsep dan mengabaikan fitur yang tidak relevan dalam mengklasifikasikan peristiwa.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang Makalah “Pembelajaran Konsep”di atas, maka penulis mengambil rumsan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu belajar konsep?
2. Bagaimana memperoleh dan menentukan konsep?
3. Bagaimana tingkat- tingkat konsep?
4. Bagaimana Menentukan konsep yang Diajarakan?
5. Bagaimana Merencanakan Pelajaran?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah pada Makalah “Pembelajaran Konsep” tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu belajar konsep
2. Untuk mengetahui bagaimana memperoleh dan menentukan konsep
3. Untuk mengetahui tingkat-tingkat konsep
4. Untuk mengetahui cara menentukan konsep yang diajarkan
5. Untuk mengetahui cara merencanakan pelajaran
B. PEMBAHASAN
1. Belajar konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berfikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi- generalisasi. Untuk memecahkan masalah seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
Tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang diperoleh siswa. Oleh karena konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari sekelompok stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati; konsep-konsep harus disimpulkan dari perilaku, walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal dari hubungan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain.
Hal yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada di dalam struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh. Jika keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi pondasi (building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah yang dijadikan dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan hal-hal lain y ang ada keterkaitannya dengan apa yang harus dilakukan individu.
Definisi konsep menurut sebagian besar orang adalah sesuatu yang diterima dalam pikiran atau ide yang umum dan abstrak. Menurut salah satu ahli, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.
Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Konsep panas sangat berbeda dari konsep relativitas dalam beberpa dimensi. Flavel (1970) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu:
a. Atribut
Setiap konsep memiliki sejumlah atribut yang berbeda. Contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan; termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan, contohnya konsep meja.
b. Struktur
Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal yaitu; konsep-konsep konjuktif adalah konsep-konsep dimana terdapat dua konsep contonya, wanita yang main dalam film dimana atributnya ialah wanita dan main dalam film. Konsep-konsep disjunktif adalah konsep-konsep dimana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada contohnya konsep seorang paman yang merupakan kakak dari ibu atau ayah. Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut-atribut konsep. Kelas social adalah suatu contoh dari konsep relasional. Kelas social ditentukan oleh hubungan antara pendapatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan, dan factor-faktor lainnya.
c. Keabstrakan
Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.
d. Keinklusifan
Konsep ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep itu.
e. Generalitas atau keumuman
Bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinat.
f. Ketepatan
Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep.
g. Kekuatan (power)
Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju, bahwa konsep itu penting.
Menurut Rosser (1984), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek , kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda, orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokkan stimulus-stimulus dengan ccara tertentu. Secara singkat dapat kita katakan, bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Kita menyimpulkan, bahwa suatu konsep telah dipelajari, bila yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu.
2. Perolehan Konsep-Konsep
Menurut Ausubel (1968), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept asimilasi). Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Sedangkan asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu.
Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, tentunya, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada mengenalkan konsep baru, melatih kemampuan berpikir induktif dan melatih berpikir analisis.
Suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap yaitu:
a. Pertama adalah tahap kategorisasi, yaitu upaya mengkategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh.
b. Masuk ketahap selanjutnya, setelah kategori yang tidak sesuai disingkirkan, dan kategori- kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk suatu konsep (concept formation). Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat disimpulkan.
c. Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan perolehan konsep. Melalui model ini, perolehan konsep didasarkan pada kondisi reseptif siswa dan sifatnya lebih langsung.
1. Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Bila anak dihadapkan pada stimulus-stimulus, lingkungan, ia mengabstraksi sifat-sifat tertentu atau atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus-stimulus. Pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning), paling sedikit dalam bentuk primitive yang melibatkan proses-proses psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi, diferensiasi, pembentukan (generation) hipotesis dan pengujian (testing), dan generalisasi. Pembentukan konsep ini juga ditujukan oleh orang-orang yang lebih tua dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan dalam laboratorium, tetapi dengan tingkat sofistifikasi yang lebih tinggi.
2. Asimilasi Konsep
Asimilasi konsep merupakan proses deduktif, dimana anak-anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses asimilasi konsep. Untuk memperoleh konsep-konsep melalui proses asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh definsi formal dari suatu kata menunjukkan kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan konsep tertentu dan membedakan kata itu dari konsep-konsep lain.
Walupun kedua bentuk belajar konsep ini efektif, pembentukan konsep lebih memakan waktu daripada asimilasi konsep. Dengan mempertimbangkan, bahwa begitu banyak konsep yang harus dipelajari siswa selama sekolah, penggunaan berlebihan dari metoda penemuan hendaknya dibatasi.
3. Tingkat-tingkat pencapaian konsep
Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri tingkatan. Kita mencapai konsep- konsep pada tingkat-tingkat yang berbeda. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia- usia yang berbeda. Klausmeier (1977) menghipotesiskan ada empat tingkat pencapaian konsep, yaitu :
a. Tingkat konkret
Tingkat konkret ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia kenal. Contohnya pada suatu saat anak bermain kelereng dan pada waktu yang lain dengan tempat yang berbeda ia menemukan lagi kelereng, lalu ia bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah kelereng maka anak tersebut sudah mencapai tingkat konkret.
b. Tingkat identitas
Pada tingkat identitas seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu objek setelah selang waktu tertentu, memiliki orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng dengan cara memainkannya, bukan hanya dengan melihatnya lagi.
c. Tingkat klasifikatori
Tingkat klasifikatori dapat digambarkan anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda tetapi dari kelas yang sama. Misalnya anak mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah.
d. Tingkat formal
Pada tingkatan formal anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal.
4. Menentukan Konsep-konsep yang diajarkan
Dalam menentukan konsep yang akan diajarkan, ada beberapa sumber yang perlu kita ketahui, yaitu:
a. Penulis-penulis buku pelajaran (buku teks)
b. Pengembangan-pengembangan kurikulum
c. Pengalaman guru itu sendiri
d. Anak-anak atau siswa itu sendiri
Penuntun-penuntun kurikulum dan buku-buku teks menyediakan suatu kerangka atau konsep-konsep yang akan diajarkan dan perilaku siswa akan menentukan konsep-konsep lain. Pengetahuan guru tentang perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa itu sendiri akan menyediakan informasi tambahan, bukan hanya untuk menentukan konsep-konsep yang diajarkan, melainkan juga untuk menentukan tingkat-tingkat yang dapat kita harapkan dicapai oleh para siswa.
5. Merencanakan Pelajaran
Proses belajar mengajar perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Dalam merencanakan, guru harus memutuskan tingkat pencapaian konsep yang mana yang dapat diharapkan dari para siswa. Analisis konsep dapat menolong guru dalam hal ini, dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan.
a. Menentukan tingkat pencapaian konsep
Tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari siswa, tergantung pada kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan kognitif dari siswa. Tingkat pencapaian formal dapat diharapkan bila pengajaran yang tepat diberikan pada siswa-siswa pada periode operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsp yang diharapkan tercermin dari tujuan- tujuan pengajaran yang dirumuskan bagi para siswa.
b. Analisis konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep, guru hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
c. Nama konsep
Orang dapat membentuk konsep-konsep tanpa memberi nama pada konsep itu, terutama pada tingkat konkret dan tingkat identitas. Tetapi, setelah mereka masuk sekolah mereka diberi pelajaran tentang nama-nama konsep yang telah diterima secara luas.
d. Atribut-atribut kriteria dan variabel konsep
Atribut-atribut criteria suatu konsep adalah ciri-ciri konsep yang perlu untuk membedakan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh, dan untuk menentukan apakah suatu objek baru merupakan suatu contoh dari konsep. Atribit-atribut variabel konsep ialah ciri-ciri yang mungkin berbeda di antara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi dalam kategori konsep itu.
e. Definisi konsep
Pada tingkat formal, siswa dapat belajar konsep melalui definisi yang diberikan. Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat digunakan sebagai suatu criteria bahwa siswa telah belajar konsep itu.
f. Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh
Dengan membuat daftar dari atribut-atribut dari suatu konsep, pengembangan konsep- konsep dan nonkonsep-nonkonsep dapat diperlancar.
g. Hubungan konsep pada konsep-konsep lain : superordinat, koordinat, dan subordinat.
Untuk sebagian besar konsep-konsep, kita dapat mengembangkan suatu hiarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep lain.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Pembentukan konsep-konsep mengizinkan kita untuk mengatur dan menyederhanakan lingkungan kita. Konsep-konsep merupakan dasar-dasar unuk berpikir, untuk belajar aturan- aturan, dana akhirnya untuk menyederhanakan masalah-masalah. Tanpa kosep-konsep tak mungkun kita mengajar.
Pendekatan belajar konsep menurut teoriwan-teoriwan perilaku dan teoriwan-teoriwan kogntif berbeda. Pendekatan perilaku menekankan prosedu-prosedur kondisi, sedangkan pendekatan kognitif menghubungkan belajar konsep pada struktur kognitif.
Guru hendaknya menentukan konsep-konsep yang akan diajarkannya pada para siswa, tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diterapkan dari para siswa. Analisis konsep dapat digunakan untuk merencenakan pembelajaran, dan untuk menentukan apakah para siswa telah mencapai konsep-konsep pada tingkat yang sesuai.
D. DAFTAR PUSTAKA
Arsianah, Rinda. 2008. Konsep Belajar dalam Dunia Pendidikan. http://pkab.wordpress.com.
Fataruba, Hayatuddin. 2010. Pengertian Teori dan Konsep Belajar.
http://massofa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 september 2011.
http://taliabupomai.blogspot.com
Suciptoardi. 2011. Perencanaan pembelajaran sejarah. http://www. Viva Historia, Jas Merah.com. Diakses pada tanggal 19 september 2011.
Syamrilaode.2010.Tingkat-tingkatPencapaianKonsep. http://www.shvoong.com . Diakses pada tanggal 19 september 2011.
Wilis, Dahar Ratna, 1988.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembelajaran problem solving
A. Latar Belakang
Mengajar pada hakekatnya bermaksud mengantar siswa mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya sehingga dalam prakteknya perilaku mengajar ditunjukkan dengan beraneka ragam meskipun maksudnya sama yang sering diistilahkan sebagai gaya mengajar. Hal ini dapat dikatakan bahwa gaya mengajar guru dapat menjadi penentu pencapaian tujuan pembelajaran.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dilembaga pendidikan, yang didalamnya terjadi interaksi antar berbagai komponen pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran itu meliputi: guru, siswa, tujuan, model pembelajaran, metode pembelajaran, media dan evaluasi. Interaksi antar komponen di atas berlangsung sebagai berikut : guru menerapkan beberapa model pembelajaran yang memunginkan siswa belajar proses bukan hanya belajar produk. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pemilihan suatu model pembelajaran tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan diajarkan kepada peserta didik. Pada hakikatnya tidak pernah terjadi satu materi pelajaran disajikan dengan menggunakan hanya satu model pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak model akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna. Pembelajaran dengan menggunakan banyak model dilakukan agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai dengan baik karena tidak semua model pembelajaran cocok dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan, metode, dan model pembelajaran sangat penting dalam pelaksanaan pembelajaran.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.
Model pembelajaran problem solving merupakan strategi pembelajaran yang banyak dikembangkan saat ini, karena sesuai dengan kurikulum saat ini yang menginginkan bahwa siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran problem solving juga dapat melatih kemampuan siswa dalam menganalisis setiap masalah yang diberikan kepada mereka.
Pembelajaran problem solving adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan/jawaban oleh siswa. Penyelesaian masalah menurut Johnson dan Johnson dalam Thobrani dan Musthofa dilakukan melalui kelompok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dan dapat melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah serta mencari pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan tersebut baik secara individu maupun kelompok.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran problem solving?
2. Apa saja ciri-ciri model pembelajaran problem solving?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran problem solving?
4. Bagaimanakah pengaruh MIPA sebagai pengembangan problem solving?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan pengertian model pembelajaran problem solving.
2. Untuk menjelaskan ciri-ciri model pembelajaran problem solving.
3. Untuk menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran problem solving
4. Untuk mengetahui pengaruh MIPA sebagai pengembangan problem solving
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Problem Solving
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini peserta didik belajar merumuskan pemecahan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematika, yang menggunakan semua kaidah yang dikuasainya. Pemecahan masalah adalah suatu proses kompleks yang menuntut seseorang untuk mengkoordinasikan pengalaman, pengetahuan, pemahaman, dan intuisi dalam rangka memenuhi tuntutan dari suatu situasi.
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identifikasi untuk ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut.
Berdasarkan beberapa konsep tentang pemecahan masalah (problem solving) seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud model pembelajaran problem solving adalah suatu strategi pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan dapat melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah serta dapat mencari pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan yang ada tersebut.
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu permasalahan. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) adalah teknik mengajar melalui pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan pemecahan masalah itu sendiri. Mengajar memecahkan masalah berarti, pemecahan masalah itu sebagai isi atau content dari pelajaran, sedangkan pemecahan masalah sebagai suatu strategi berarti kedudukan pemecahan masalah itu hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pengajaran. Untuk menggunakan problem solving sebagai sebuah strategi pembelajaran, pendidik perlu melalukan kerja lebih banyak dibandingkan hanya memberikan beberapa permasalahan di papan tulis, kemudian membiarkan peserta didik berlatih dengan mengerjakan permasalahan tersebut. Pendidik perlu menjelaskan kepada peserta didik apa yang pendidik inginkan untuk dipelajari oleh peserta didik, mengapa pendidik menggunakan pemecahan masalah untuk mengajar, dan harapan pendidik tentang interaksi antara peserta didik dan peserta didik, serta interaksi antara peserta didik dan peserta didik lainnya. Melalui proses pembelajaran ini, fokus pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan pemahaman mereka mengenai konsep-konsep penting (bukan hanya prosedur pemecahan masalah). Pencapaian terbaik didapatkan dengan permasalahan yang nyata dan menggunakan waktu lama untuk memecahkannya serta mampu mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman secara mendalam dibandingkan permasalahan yang membutuhkan waktu yang singkat untuk dipecahkan.
B. Tujuan Utama Pembelajaran Problem Solving
Tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Ibrahim dan Nur mengemukakan tujuan problem solving secara rinc, yaitu:
1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.
2. Belajar berbagi peran melalui keterlibatan dalam pengalaman nyata.
3. Menjadi para siswa yang otonom.
C. Manfaat Pembelajaran Problem Solving
Manfaat dari problem solving pada proses belajar mengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Menurut Djahiri model problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain:
1. Mengembangkan sikap ketrampilan siswa dalam memecahakan permasalahan, serta dalam mengambil keputusan secara objektif dan mandiri.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir pada siswa, anggapan yang menyatakan
Bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah
3. Melalui problem solving kemampuan berpikir tadi, diproses dalam situasi atau
keadaan yang benar-benar di hayati, dimintai siswa serta dalam berbagai macam ragam alternatif.
4. Membina pengembangan sikap perasaan ingin tahu lebih jauh dan cara berpikir Objektif -mandiri krisis-analisis baik secara individual maupun kelompok.
D. Ciri-ciri Pembelajaran Problem Solving
Ciri-ciri pembelajaran problem solving menurut Tjadimojo yaitu :
1. Model problem solving merupakan rangkaian pembelajaran artinya dalam
Implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus di lakukan
Siswa.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, model ini
Menempatkan sebagai dari proses pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara
ilmiah.
Menurut Mbulu, ciri-ciri permasalahan yang baik sesuai dengan tujuan dari pembelajaran model pembelajaran problem solving yaitu :
1. Permasalahan hendaknya nyata dan dapat mengembangkan atau mempertinggi
Mental siswa-siswa untuk memecahkanya
2. Permasalahan hendaknya bermakna bagi siswa-siswa sehingga mereka
Mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
3. Permasalahan hendaknya sama dengan tujuan sekolah atau pendidikan dan sesuai
Pula dengan lingkungan belajar siswa.
4. Permasalahan hendaknya sesuai dengan kemampuan siswa-siswa yang
Memungkinkan mereka dapat melaksanakanya.
E. Tahap-tahap Problem Solving
Menurut J. Dewey dalam bukunya W. Gulo (2002:115), Problem solving dapat dilakukan melalui enam tahapan yaitu:
1. Merumuskan Masalah; Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas
2. Menelaah Masalah: Menggunakan pengetahuan untuk memperinci, menganalisa Masalah dari berbagai sudut.
3. Merumuskan Hipotesi: Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab-sebab dan Alternatif penyelesaian.
4. Mengumpulkan dan Mengelompokkan Data Sebagai Bahan Pembuktian HipotesiKecakapan mencari dan menyusun data menyajikan data dalam bentuk diagram, gambadan tabel.
5. Pembuktian Hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian Kecakapan mebuat alternatif penyelesaian kecakapan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap pilihan.
F. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Problem Solving
1. Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Problem Solving
Setiap pendekatan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Problem Solving merangsang perkembangan anak untuk berpikir seperti yang dikemukakan Muhsetyo (2007:127) yaitu:
1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2) Berpikir dan bertindak kreatif
3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan maslah yang dihadapi dengan tepat.
7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan.
Kemudian pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, seperti yang dikemukakan Djamarah dan Zain (2006:93) mengemukakan bahwa Kelebihan Problem Solving yaitu:
1) Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
3) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Senada dengan pendapat di atas, Kelebihan Problem Solving merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, seperti yang dikemukakan Heryawan (2007:127) mengemukakan Kelebihan Problem Solving yaitu:
1) Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
3) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Problem Solving
Kelemahan Problem Solving Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru. Kurangnya pengetahuan dan keahlian guru seperti yang dikemukakan Mutadi (2010) yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan dan keahlian guru dalam menerapkan Problem Solving.
2. Isi dari kurikulum sangat padat dan tidak memberikan celah untuk Problem Solving.
3. Sistem pengujian masih disentralkan dan tidak relevan dengan Problem Solving
Kemudian Djamaran dan Zain (2006:92) mengemukakan bahwa kelemahan Problem Solving yaitu:
1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak.
3. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
Kelemahan Problem Solving guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa seperti yang dikemukakan, Heryawan (2007:127) kelemahan Problem Solving yaitu:
1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak.
3. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
G. Pengaruh MIPA sebagai pengembangan problem solving
Pembelajaran MIPA membutuhkan problem solving dalam pelaksanaannya. Hal ini turut mengembangkan kemampuan peserta didik dan hasil belajar peserta didik. Karena MIPA merupakan cabang ilmu yang mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak, menekankan proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik yang mungkin diawali dari proses induktif, yang meliputi penyusunan konjektur, model MIPA, analogi dan atau generalisasi berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik lain dari MIPA adalah merupakan ilmu terstruktur dan sistematis. Dalam arti bagian-bagian MIPA tersusun secara hierarkis dan terjalin dalam hubungan fungsional yang erat dan sifat keteraturan yang indah, yang akan membantu menghasilkan model matematis yang diperlukan dalam pemecahan masalah di berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-hari.
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam MIPA memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran MIPA, yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill) (Sumardyono, 2010).
1. Problem solving sebagai tujuan (problem solving as a goal)
Para pendidik, MIPAwan, dan pihak yang menaruh perhatian pada pendidikan MIPA seringkali menetapkan problem solving sebagai salah satu tujuan pembelajaran MIPA. Bila problem solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi MIPA. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary reason) belajar MIPA.
Salah satu tujuan pembelajaran MIPA dalam KTSP yang tercantum dalam standar isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model MIPA, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran MIPA yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai penyelesaian.
2. Problem solving sebagai proses (problem solving as a process)
Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis. Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.
Masalah proses ini sangat penting dalam belajar MIPA dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum MIPA. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan proses problem solving dan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau proses problem solving telah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar problem solving dan aplikasi dalam pengajaran.
Beberapa prinsip dasar atau karakteristik pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Soving adalah sebagai berikut:
a) Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa.
b) Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.
c) Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.
d) Guru menerima jawaban ya-tidak bukan untuk mengevaluasi.
e) Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.
f) Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.
g) Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam MIPA.
3. Problem solving sebagai keterampilan dasar (problem solving as a basic skill).
Problem solving merupakan suatu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Apalagi kompetensi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global semakin meningkat, salah satunya kemampuan memecahkan masalah.
Tujuan utama dari penggunaan Problem Solving adalah mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah secara tepat. Adapun tujuan spesifik Problem Solving dalam MIPA adalah sebagai berikut :
a) Meningkatkan minat siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah dan meningkatkan kemampuan mereka memecahkan msalah.
b) Mengembangkan kemampuan konsep diri siswa sesuai dengan kemampuan untuk memecahkan masalah
c) Membuat siswa tanggap dengan strategi-strategi Problem-solving.
d) Membuat siswa tanggap dengan nilai-nilai pendekatan masalah dalam cara yang sistematis.
e) Membuat siswa dapat menyelesaikan masalah dalam lebih dari satu cara.
f) Mengembangkan kemampuan siswa untuk memilih strategi penyelesaian yang sesuai..
g) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengimplementasikan strategi penyelesaian secara akurat.
h) Meningkatkan kemampuan siswa untuk memperoleh jawaban yang lebih tepat dari permsalahan.
Posamentier dan Stepelmen mengutip dari salah satu paper pada The National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) edisi Juni 1998, yang berjudul Essential Mathematics for the 21 st Century, yang intinya problem solving merupakan komponen pertama dari esensi MIPA, disimpulkan bahwa :
1) Pembelajaran untuk menyelesaikan masalah adalah alasan yang paling prinsip untuk mempelajari MIPA.
2) Problem solving merupakan penerapan dari pengetahuan yang sebelumnya untuk situasi (persoalan) yang tidak biasa atau persoalan yang baru.
3) Penyelesaian soal cerita dalam suatu wacana merupakan salah satu bentuk problem solvining, di samping siswa harus diberi pengalaman juga dalam penyelesaian soal non ceritera.
4) Strategi problem solving mencakup teknik pengajuan pertanyaan, analisis situasi, translasi hasil, ilustrasi hasil, menggambar diagram dan penggunaan trial and error.
5) Siswa harus mencari penyelesaian alternatif untuk suatu soal, mereka harus terbiasa dengan lebih dari satu penyelesaian.
PENUTUP
3. Kesimpulan
Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat ndividua bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah ndiv, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang mencerminkan atau dilandasi oleh paradigma konstrukstivisme.
Pembelajaran MIPA membutuhkan problem solving dalam pelaksanaannya. Hal ini turut mengembangkan kemampuan peserta didik dan hasil belajar peserta didik.Problem solving adalah upaya ndividua tau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka menyelesaikan suatu masalah. Problem solving menekankan bahwa permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar, dalam hal ini fokusnya adalah pengembangan ketrampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Ketrampilan tidak diajarkan oleh guru tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui aktivitas pemecahan masalah.
C. Saran
1. Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilam model problem solving sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
2. Agar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses berorientasi pembelajaran model problem solving dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan mengajar materi pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses yang akan dikembangkan.
DAFTAR PUST
AKA
https://sweetbt21.blogspot.com/2018/01/makalah-model-pembelajaran-problem.html?m=1
Pembelajaran verbal
A PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belajar verbal (verbal learning ) merupakan kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk memberikan respon terhadap materi verbal seperti sebuah kata dan tanggapan – tanggapan. Berbicara merupakan aspek yang tidak terlepas dalam konteks kehidupan manusia, bahkan ketika dilahirkan kedunia manusia sudah berinteraksi melalui tangisannya, ketika melakukan kegiatan belajar manusia menggunakan bahasa verbal, tujuan belajar verbal untuk memahami pemaknaan dari kata asing, memahami berbagai aspek yang abstrak seperti undang – hak dan juga untuk memahami sebuah kata asing, ini melibatkan pembelajaran verbal.
Bahasa yang jelas dapat menciptakan komunikasi yang baik dan efektif, meskipun dilakukan dalam bentuk verbal, demikian juga informasih yang ingin disampaikan akan mudah dipahami jika disampaikan dengan bahasa yang baik, dengan demikian dibutuhkan peran guru dalam mengelola kompetensi verbal yang dimiliki untuk melalukan interaksi dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran, aspek pembahasan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu pembelajaran, bahasa merupakan cermin yang ada pada jiwa seseorang, sebab kejernihan seseorang dapat berpikir akan tercermin dalam bahasa lisan dan bahasa tubuhnya, bahasa verbal dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi seseorang sehingga disukai oleh orang lain, segala tindakan dan perilaku seseorang dapat dipantau dengan mudah melalui bahasa verbal, dalam hal ini dapat diartikan bahwah bahasa verbal merupakan pondasi dasar seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya, demikian juga pada konteks pembelajaran, pada pembelajaran verbal terhadap dua konsep penting yaitu mengenai persinggungan dan frekuensi, adanya persinggungan menjadi sebuah peristiwa saling melengkapi dan berdekatan baik dari segi waktu dan tempat yang sama, sedangkan frekuensi mengacu pada bagaimana proses kedua peristiwa itu terjadi secara berdekatan, pentingnya pengembangan dalam asosiasi ini merupakan sebuah prinsip yang sudah berjalan lama.
Pada prinsipnya pembelajaran verbal tersusun secara terurut, memiliki hubungan kedekatan dengan cara memberikan respon mengenai sesuatu yang telah diketahui dan hubungan dengan yang lain misalnya kata “kursi” dan “meja” kata “jendela” dan “pintu” kedua bentuk kata tersebut memiliki kedekatan asosiasinya karena sangan erat dengan konteks situasi kehidupan manusia, terdapat dua konsep yang menjadi pokok pembahasan dalam mempelajari verbal yaitu persinggungan dan frekuensi persinggungan menjadikan sebuah peristiwa saling terkait dan terhubung baik dari segi waktu dan tempat yang sama, sedangkan frekuensi merujuk tentang terjadinya kedua peristiwa dalam waktu yang sama.
Herman Ebbinghaus seorang psikolog Jerman tahun 1885, pertama kali mengumukakan tentang verbal learning atau belajar verbal, dan ketertarikannya pada kondisi dimana manusia belajar membuat asosiasi kemudian asosiasi tersebut dapat terabaikan begitu saja seiring berjalannya waktu, sebelum periode ini hal tersebut merupakan sebuah kegiatan yang kompleks dan tidak dapat diteliti serta diukur secara eksperimen, namun Herman Ebbinghaus mampu membuktikan pernyataannya bahwa memori manusia dapat diteliti secara exsperimen, dalam penelitiannya Ebbinghaus menganut ajaran filsuf ternama yakni Britis Associationis, berikut dua karakter Britis Associationis.
2. Rumusan Mamasalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan verbal
2. Apa saja proses dasar pembelajaran verbal
3. Sebutkan dua karakter Britis Associationis dalam pembelajaran verbal
3. Tujuan
Adapun tujuan utama penulisan dan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar Psikologi
2. Untuk memberikan penjelasan tentang pembelajaran verbal
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Verbal
Belajar verbal ( verbal learning ) merupakan kagiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk memberikan tanggapan – tanggapan yang bersifat verbal seperti sebuah kata yang bersifat verbal, bahasa yang jelas dapat menciptakan komunikasi yang baik dan efektif, meskipun dilakukan dalam bentuk bahasa verbal, demikian juga informasi yang ingin disampaikan akan mudah dipahami jika disampaikan dengan bahasa yang baik, dengan demikian dibutuhkan peran guru dalam mengelola kopotensi verbal yang dimiliki untuk melakukan interaksi dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Manusia tidak terlepas dari berbicara, ketika lahirpun manusia telah menggunakan bahasa verbal yaitu berupa tangisan, dalam pelajaran manusia berinteraksi dengan bahasa verbal, pembelajaran verbal digunakan untuk memahami arti dari dokumen abstrak seperti undang – undang hak dan juga untuk memahami sebuah kata asing, ini melibatkan pembelajaran verbal, pesan yang diinginkan akan sampai, jika dikemas dengan baik, oleh karenanya pemilihan bahasa dalam pembelajaran adalah kunci berhasilnya pembelajaran tersebut.
Cerminan jiwa seseorang akan terlihat dari sejauhnya mana bagusnya bahasa seseorang, sebab kejernihan pikiran seseorang bisa terlihat dari tindakan bahwa lisan dan bahasa tubuhnya. Bahasa verbal menjadi daya tarik seseorang sehingga dia disukai, budi pekerti seseorang dengan mudah dipantau dengan bahasa verbal yang dilakukannya, oleh karena itu bahasa verbal merupakan bangunan dasar seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, pada pembelajaran verbal ada dua konsep penting yaitu persinggungan dan frekuensi, pada persinggungan adanya peristiwa yang saling melengkapi atau berdekatan satu sama lain pada tempat atau pada waktu, sedangkan pada frekuensi mengacu pada konsep bagaimana dua peristiwa itu terjadi secara berdekatan.
Bahasa yang jelas dapat menciptakan komunikasi yang baik dan efektif, meskipun dilakukan dalam bentuk bahasa verbal, demikian juga informasi yang ingin disampulkan akan mudah dipahami jika disampaikan dengan bahasa yang baik.
Pembelajaran verbal merupakan beberapa situasi pembelajaran dimana tugas – tugas yang membutuhkan orang yang belajar untuk merespon materi bahasa – bahasa verbal seperti kata – kata atau menanggapi dengan respon verbal, pembelajaran verbal merupakan proses yang komplek yang terdiri dari pemecahan masalah, berfikir dan rumusan konsep dan juga melibatkan aktivitas kognitif.
Berdasarkan bahasa yang digunakan dalam Penelitian mempelajari verbal, pada tingkat sederhana huruf tunggal akan digunakan, tiga huruf itu disebut trigrams, yaitu berupa konsonan-vokal-konsonan ( CVC ) komunikasi atau konsonan-konsonan-konsonan ( CCC ) kombinasi. Istilah trigram datang untuk menggantikan istilah suku kata yang kosong,
2. Proses Dasar Mempelajari Verbal
Ada empat proses dasar mempelajari verbal yaitu :
a. Pembelajaran serial
Pembelajaran serial melibatkan pembelajaran serangkaian item pada urutan tertentu, pelajaran serial ditandai dengan adanya suatu pola tertentu, para ahli menjelaskan item pertama merupakan stimulus dimana item kedua dipelajari sebagai respon, respon kedua dianggap sebagai sitimulus dimana item kedua dipelajari sebagai responnya, begitu sebaliknya, contohnya alphabet, nama-nama hari, nama sembilan planet dalam tata Surya.
b. Pembelajaran gabungan berpasangan
Pembelajaran gabungan berpasangan melibatkan pembelajaran berpasangan untuk item-itemnya, misalnya pembelajaran kosa kata bahasa Inggris dengan bahasa lain nya, dalam pembelajaran gabungan berpasangan tugas pelajaran adalah mengumpulkan pasangan-pasangan dari soal-soal, satu anggota pasangan menjadi stimulus dan anggota kedua menjadi responnya.
c. Pembelajaran panggilan bebas
Dalam panggilan bebas mata pelajaran diberikan seperangkat soal-soal verbal kepada suatu waktu membutuhkan pemanggilan soal kembali tanpa mempertimbangkan untuk memerintahkan pesanan prestasi dari unsur-unsur tentang masing-masing percobaan bervariasisikan dan dipelajari bebas untuk memanggil kembali apa pesanan yang dipilih, ini diistilahkan dengan “ free recal “ atau pelajaran itu kadang-kadang dipanggil.
d. Pembelajaran pengenalan
Langaka-langakah dalam pembelajaran pengenalan dimana pelajar ditunjukkan hal-hal dalam fase studi kemudian diuji untuk pengenalan pada waktu percobaan, pembelajaran pengenalan adalah proses dimana kita bisa membedakan peristiwa yang suda lazim dari peristiwa yang tidak lazim dilingkungan kita, contohnya pembelajaran untuk mengenali wajah orang-orang menjadi akrab, rambu-rambu lalu lintas.
3. Dua Karakter Britis Associationis Dalam Pembelajaran Verbal
Keyakinan bahwa pengetahuan kita muncul langsung dari pengalaman, manusia tidak memilikipemikiran yang dibawah sejak lahir tapi memperoleh pengetahuan melalui pengalaman di dunia.
Gagasan-gagasan sederhana bisa dihubungkan bersama untuk membentuk pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dengan asosiasi. Namun, para filusuf ini tidak mempelajari pembentukan asosiasi dan Ebbinghaus mengawali studi eksperimental tentang pembentukan asosiasi.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Belajar verbar ( verbal learning ) merupakan kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk memberikan respon terhadap materi verbal seperti sebuah kata dan tanggapan-tanggapan yang bersifat verbal, pada prinsipnya pembelajaran verbal tersusun secara sistematik, memiliki hubungan kedekatan dengan cara mengingat sesuatu dan dihubungkan dengan yang lain, ruang lingkup belajar verbal terdiri dari materi dan prosedur yang terurai dalam konteks-konteks Pengambangan.
Pendekatan yang dilakukan dalam belajar verbal yaitu, menggunakan pendekatan kognitif yang terdiri dari kumpulan psikologi kognitif, liguistik, ilmu komputer, epistemologi dan intelegensi buata, teori kognitif berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan suatu hal yang tidak dapat diukur dan diterangkan, bahwa tingkah laku manusia merupakan sebuah proses seperti mental, motivasi, keyakinan, kesengajaan dan lain sebagainya, adanya motivasi dalam belajar verbal akan mendorong siswa untuk belajar atas dasar kemauannya sendiri bukan karena hadiah atau intensif yang diperoleh, faktor motivasi terdiri dari dua hal yaitu motivasi dari dalam diri dan motivasi dari luar individu itu sendiri, bagi siswa yang tidak memiliki diri dalam diri maka sangat dibutuhkan motivasi luar yang dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.
D. DAFTAR PUSTAKA
Psikologi, P. (n.d) . PSIKOLOGI BELAJAR
Siyanta, (2013). Ranah Kognitif Dalam Pembelajaran
://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/IP-TM4_KOMUNIKASI_VERBAL.pdf
Motivasi belajar
- Pendahuluan
Kehidupan manusia dipengaruhi oleh motivasi yang erat kaitannya dengan harapan dan kemauan belajar motivasi itu tumbuh dalam diri seseorang dapat mencapai tujuan belajar. Dalam belajar, motivasi itu tumbuh dalam diri seseorang dan dapat dirangsang dari luar. Motivasi belajar bukanlah sesuatu yang siap jadi, tetapi diperoleh dan dibentuk oleh lingkungan. Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 61) menjelasakan motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu, kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakan dalam individu untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Seperti halnya motivasi belajar, dorongan yang ada dalam diri siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Siswa akan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan apabila mempunyai motivasi yang tinggi. Hal ini sependapat dengan Sumadi Suryabrata (2002: 70) yang menjelaskan motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong untuk orang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian motivasi belajar
2. Apa fungsi motivasi belajar
3. Apa ciri-ciri motivasi belajar
C. Pembahasan
- Pengertian Motivasi Belajar
Kehidupan manusia dipengaruhi oleh motivasi yang erat kaitannya dengan harapan dan kemauan belajar motivasi itu tumbuh dalam diri seseorang dapat mencapai tujuan belajar. Dalam belajar, motivasi itu tumbuh dalam diri seseorang dan dapat dirangsang dari luar. Motivasi belajar bukanlah sesuatu yang siap jadi, tetapi diperoleh dan dibentuk oleh lingkungan.
Motivasi belajar dibentuk dan salah satu landasan yang mendorong manusia untuk tumbuh, berkembang, dan maju mencapai sesuatu. Motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang dapat timbul pada proses belajar dan menjamin kelangsungan dalam pembelajarannya. Sependapat dengan Ngalim Purwanto (2002: 71) yang mengatakan bahwa motivasi adalah sesuatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu. Sardiman (2007: 75) menjelaskan motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual dan peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa, karena siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Motivasi menunjukkan kepada faktor-faktor yang memperkuat perilaku. Faktor-faktor tersebut berasal dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik) diri seseorang. Dari proses terjadinya, motivasi yang timbul pada diri seseorang dapat dilihat dari dua macam motivasi belajar yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi Ekstrinsik
Motivasi belajar dibentuk dan salah satu landasan yang mendorong manusia untuk tumbuh, berkembang, dan maju mencapai sesuatu. Motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang dapat timbul pada proses belajar dan menjamin kelangsungan dalam pembelajarannya. Sependapat dengan Ngalim Purwanto (2002: 71) yang mengatakan bahwa motivasi adalah sesuatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu. Sardiman (2007: 75) menjelaskan motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual dan peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa, karena siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Motivasi menunjukkan kepada faktor-faktor yang memperkuat perilaku. Faktor-faktor tersebut berasal dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik) diri seseorang. Dari proses terjadinya, motivasi yang timbul pada diri seseorang dapat dilihat dari dua macam motivasi belajar yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi Ekstrinsik
- Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Tinggi rendahnya motivasi belajar yang dimiliki siswa akan ditunjukan pada hasil belajar. Hasil belajar yang optimal apabila ada motivasi yang tinggi dalam belajar. Semakin tepat motivasi yang dimiliki semakin berhasil pula peserta didik tersebut dalam meraih hasil belajar yang diinginkan. Sependapat dengan Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 163) yang mengatakan bahwa, “ Belajar perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan konstan. Motivasi yang lemah serta tidak konstan akan menyababkan kurangnya usaha belajar yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar”. Ngalim Purwanto (2002: 70) mengemukakan ada tiga fungsi motivasi, yaitu: 1) mendorong siswa untuk berbuat; 2) menentukan arah perbuatan; 3) menyeleksi perbuatan. Siswa mempunyai energi belajar yang tinggi dalam meraih keberhasilan dalam belajarnya. Siswa dapat menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi mencapi tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Fungsi motivasi belajar dapat diartikan sebagai kekuatan atau daya gerak dalam diri siswa yang menggerakan atau menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kegiatan belajar tetap berjalan dan mendengarkan kegiatan pada tujuan yang ingin dicapai.
Ngalim Purwanto (2002: 71) berpendapat mengenai motivasi seseorang dinyatakan dengan berbagai kata, seperti: hasrat, kehendak, maksud, minat, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita, dan kehausan. Jadi fungsi motivasi dalam belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang dapat timbul pada proses belajar dan menjamin kelangsungan dalam pembelajarannya. Maka motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini akan diukur melalui beberapa indikator. Adapun beberapa indikator tersebut adalah adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adannya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif
- Ciri-ciri Motivasi Belajar
Untuk mengetahui dan melengkapi mengenai makna motivasi, perlu dikemukakan adanya beberapa ciri motivasi. Menurut Sardiman (2003: 83) motivasi yang ada pada diri peserta didik memiliki ciri-ciri, yaitu tekun mengadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), memajukan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja sehingga kurang kreatif), dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu, senang mencari dan memecahkan masalah sosial. Siswa yang mempunyai hasrat yang tinggi untuk belajar untuk mengadakanperubahan tingkah laku mempunyai peranan yang besar dalam keberhasilan dalam belajar. Djaali (2007: 109) mengemukakkan siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya; 2) memilih tujuan yang realitas tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar resikonya; 3) mencari situasi dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera; 4) senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengingguli orang lain; 5) tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan imbalan melainkan mencari lambang prestasi, suatu ukuran keberhasialan. Siswa yang mempunyai karakteristik seperti diatas, maka sudah mempunyai potensi untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan. Ciri-ciri motivasi di atas dapat mengetahui atau dijadikan indikator siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi.
D. Penutupan
Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu, kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakan dalam individu untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. Seperti halnya motivasi belajar, dorongan yang ada dalam diri siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Siswa akan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan apabila mempunyai motivasi yang tinggi..
E. Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Aritonang, Keke T. 2008. “Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. Jurnal Pendidikan Penabur, 7(10): 11-21.
Baharuddin. 2007. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Budiyono. 2009. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: FKIP UNS Press.
Teori belajar kognitif
1.1. Latar Belakang
Psikologi belajar sebagai disiplin ilmu yang merupakan cabang psikologi, yang kajiannya dikhususkan pada masalah belajar, maka psikologi belajar memiliki ruang lingkup di sekitar masalah belajar. Psikologi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu masalah belajar, proses belajar, dan situasi belajar.
Belajar merupakan satu kata yang sudah tidak asing lagi didengar pada hampir semua lapisan masyarakat. Pada hal ini, para ahli psikologis dan pendidikan memiliki makna berbeda tentang belajar. Misalnya, James O. Whittaker dalam , merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar juga merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku menuju perubahan tingkah laku yang baik, dimana perubahan tersebut terjadi melalui latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut harus relatif mantap yang merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang (Nidawati, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun pokok bahasan mengenai belajar yang dapat menunjang proses belajar anatara lain teori-teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hakikat belajar, jenis-jenis belajar, aktivitas-aktivitas belajar, teknik belajar efektif, karakteristik perubahan hasil belajar, manifestasi perilaku belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Teori Belajar dan Pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Berdasarkan penelitian Jerome S. Bruner dalam Nurhadi (2020), menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh teori konektionisme dari Thorndike. Dimana belajar menurut teori ini bersifat mekanistis, dalam hal ini, apabila stimulus dengan sendirinya atau secara mekanis timbul, maka anak didik hanya akan menghafal bahan pelajaran dengan sedikit pemahaman dan pemakaiannya. Sehingga pada teori belajar ini, anak didik bersifat pasif. Anak didik kurang terdorong untuk berpikir dan juga ia tidak ikut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Anak didik lebih mengharapkan stimulus dari guru. Apabila guru tidak memberi stimulus, maka anak didik tidak kreatif dan aktif untuk belajar mandiri.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan terkait dengan teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan hanya akan menguraikan dan menjelaskan satu dari beberapa teori pembelajaran yang sudah ada, yaitu pada Teori Pembelajaran Kognitivistik.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apakah pengertian dari teori belajar kognitif?
2. Apa saja kelebihan dan kelemahan teori kognitif?
3. Bagaimana aplikasi teori balajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran?
1.3. Tujuan
Bersumber pada rumusan masalah di atas, tujuan dalam penyusunan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari teori belajar kognitif.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif.
3. Mengetahui pengaplikasian teori belajar kognitif dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa (Nurhadi, 2020).
Teori kognitif meliputi kegiatan-kegiatan mental yang sadar seperti berfikir, mengetahui, memahami, dan kegiatan konsepsi mental seperti: sikap, kepercayaan, dan pengharapan, yang kemudian itu merupakan faktor yang menentukan di dalam perilaku. Teori belajar kognitif adalah salah satu teori belajar yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan dalam mendidik dan mengajar. Teori ini berbeda dan menentang teori behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan makanistik antara stimulus dan respon. Aliran kognitif memandang belajar lebih dari sekedar melibatkan stimulus dan respon, tetapi juga melibatkan kegiatan mental di dalam individu yang sedang belajar.
Teori Belajar Kognitifistik juga disebut sebagai perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
2.2 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Dalam penjelasannya, belajar dan pembelajaran memiliki beberapa teori yang dapat mendukung dan meningkatkan progress dari proses belajar dan pembelajaran tersebut. Sehingga setiap teori pembelajaran pastilah dibandingkan dengan teori pembelajaran yang lain untuk mencari kelebihan dan kekurangan guna sebagai tolak ukur dalam pelaksanaannya.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif:
1. Kelebihan Teori Belajar kognitif
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Dalam hal ini dapat membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
c. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah diberikan. Dengan begitu teori ini tidak hanya menekankan pemahaman bagi pendidik, akan tetapi peserta didik juga berperan besar untuk mengerti dan memahami materi.
d. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
e. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
2. Kekurangan Teori Belajar Kognitif
a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, artinya sulit dipraktikkan khususnya pada tingkat lanjut. Beberapa prinsip seperti
intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
b. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
c. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
d. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
e. Teori tidak dianjurkan bagi sekolah kejuruan. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
f. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.
2.3 Teori Kognitif Dalam Proses Belajar
Dalam proses belajar mengajar diperlukan cara yang tepat untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Berikut adalah aplikasi teori belajar kognitif menurut teori gestalt dalam proses pembelajaran:
1. Pengalaman tilikan (insight); Tilikan bisa disebut juga pemahaman mengamati. Dalam proses belajar, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu mengenal keterkaitan unsur-unsur suatu objek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); dalam hal ini unsur-unsur yang bermakna akan sangat menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan sangat bermanfaat dan membantu peserta dalam menangani suatu masalah. Jadi, hal-hal yang dipelajari para peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); suatu perilaku akan terarah pada tujuan. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya. Jadi, hendaknya para guru membantu para peserta didik untuk memahami arah dan tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); perilaku individu memiliki hubungan dengan tempat dan lingkungan dia berada. Jadi, materi yang diajarkan harusnya berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan individu.
5. Transfer dalam belajar, yaitu proses pemindahan pola tingkah laku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah pada situasi lain (Yossita Wisman, 2020).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari ulasan di atas dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang paling banyak digunakan di Indonesia. Teori ini merupakan kritik dari teori-teori yang telah ada sebelumnya seperti teori behavioristik, dimana teori kognitivisme kurang setuju bahwa belajar hanya proses antara stimulus dan respons yang tersusun secara mekanistik. Yang terpenting di dalam teori kognitif adalah pemahaman terhadap situasi yang ada di lingkungan sehingga individu mampu memcahkan permasalahan yang dihadapinya dan juga bagaimana individu berpikir (thinking).
2. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri, membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, tidak dianjurkan pada sekolah kejuruan.
3. Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu diperlukan penilaian serta masukan dari dosen pengampu mata kuliah. Dengan demikian, diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan, dan tentunya dapat bermanfaat sebagai tambahan bahan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nidawati. 2013. BELAJAR DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN AGAMA. Jurnal Pionir, Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013
Nurhadi. 2020. TEORI KOGNITIVISME SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN. Jurnal Edukasi dan Sains. Volume 2, Nomor 1, Juni 2020; 77-95 https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/edisi
Wisman, Yossita. 2020. Teori Belajar Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingan. Vol.11 No.1 Januari-Juni 2020. Terdapat dalam https://doi.org/10.37304/jikt.v11i1.88
Teori belajar humanistik
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Humanistik
Teori pendidikan adalah suatu pandangan pendidikan yang diidealkan yang disajikan dalam bentuk sebuah sistem konsep dan dalil. Ada juga yang mengatakan teori pendidikan adalah serangkaian konsep, definisi, asumsi
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa (Nurhadi, 2020).
Teori kognitif meliputi kegiatan-kegiatan mental yang sadar seperti berfikir, mengetahui, memahami, dan kegiatan konsepsi mental seperti: sikap, kepercayaan, dan pengharapan, yang kemudian itu merupakan faktor yang menentukan di dalam perilaku. Teori belajar kognitif adalah salah satu teori belajar yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan dalam mendidik dan mengajar. Teori ini berbeda dan menentang teori behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan makanistik antara stimulus dan respon. Aliran kognitif memandang belajar lebih dari sekedar melibatkan stimulus dan respon, tetapi juga melibatkan kegiatan mental di dalam individu yang sedang belajar.
Teori Belajar Kognitifistik juga disebut sebagai perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
2.2 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Dalam penjelasannya, belajar dan pembelajaran memiliki beberapa teori yang dapat mendukung dan meningkatkan progress dari proses belajar dan pembelajaran tersebut. Sehingga setiap teori pembelajaran pastilah dibandingkan dengan teori pembelajaran yang lain untuk mencari kelebihan dan kekurangan guna sebagai tolak ukur dalam pelaksanaannya.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif:
1. Kelebihan Teori Belajar kognitif
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Dalam hal ini dapat membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
c. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah diberikan. Dengan begitu teori ini tidak hanya menekankan pemahaman bagi pendidik, akan tetapi peserta didik juga berperan besar untuk mengerti dan memahami materi.
d. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
e. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
2. Kekurangan Teori Belajar Kognitif
a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, artinya sulit dipraktikkan khususnya pada tingkat lanjut. Beberapa prinsip seperti
intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
b. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
c. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
d. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
e. Teori tidak dianjurkan bagi sekolah kejuruan. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
f. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.
2.3 Teori Kognitif Dalam Proses Belajar
Dalam proses belajar mengajar diperlukan cara yang tepat untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Berikut adalah aplikasi teori belajar kognitif menurut teori gestalt dalam proses pembelajaran:
1. Pengalaman tilikan (insight); Tilikan bisa disebut juga pemahaman mengamati. Dalam proses belajar, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu mengenal keterkaitan unsur-unsur suatu objek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); dalam hal ini unsur-unsur yang bermakna akan sangat menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan sangat bermanfaat dan membantu peserta dalam menangani suatu masalah. Jadi, hal-hal yang dipelajari para peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); suatu perilaku akan terarah pada tujuan. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya. Jadi, hendaknya para guru membantu para peserta didik untuk memahami arah dan tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); perilaku individu memiliki hubungan dengan tempat dan lingkungan dia berada. Jadi, materi yang diajarkan harusnya berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan individu.
5. Transfer dalam belajar, yaitu proses pemindahan pola tingkah laku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah pada situasi lain (Yossita Wisman, 2020).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari ulasan di atas dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang paling banyak digunakan di Indonesia. Teori ini merupakan kritik dari teori-teori yang telah ada sebelumnya seperti teori behavioristik, dimana teori kognitivisme kurang setuju bahwa belajar hanya proses antara stimulus dan respons yang tersusun secara mekanistik. Yang terpenting di dalam teori kognitif adalah pemahaman terhadap situasi yang ada di lingkungan sehingga individu mampu memcahkan permasalahan yang dihadapinya dan juga bagaimana individu berpikir (thinking).
2. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri, membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, tidak dianjurkan pada sekolah kejuruan.
3. Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu diperlukan penilaian serta masukan dari dosen pengampu mata kuliah. Dengan demikian, diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan, dan tentunya dapat bermanfaat sebagai tambahan bahan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nidawati. 2013. BELAJAR DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN AGAMA. Jurnal Pionir, Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013
Nurhadi. 2020. TEORI KOGNITIVISME SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN. Jurnal Edukasi dan Sains. Volume 2, Nomor 1, Juni 2020; 77-95 https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/edisi
Wisman, Yossita. 2020. Teori Belajar Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingan. Vol.11 No.1 Januari-Juni 2020. Terdapat dalam https://doi.org/10.37304/jikt.v11i1.88
Teori belajar klasik dan behavioristik A. Latar Belakang Masalah Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, daya reaksinya dan daya penerimaannya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan,proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa. Secara pragmatis, teori belajar dapat difahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini, muncullah secara beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan yaitu psikologi behavioristik, psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanistik. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Teori Belajar Psikologi Behavioristik ? 2. Bagaimana implikasi teori belajar psikologi behavioristik ? 3. Apa bagian dari teori belajar klasik ? 4. Jelaskan teori pengkondisian klasik ? C. Tujuan 1.Memahami pengertian teori belajar psikologibehavioristik. 2.Memahami implikasi teori belajar psikologi behavioristik. 3.Memahami pengertian teori belajar klasik. 4.memahami teori pengkondisian klasik BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar Psikologi Behavioristik 1. Pengertian Teori Belajar Psikologi Behavioristik Teori Belajar Behavoristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Para psikologi behavioristik juga senang disebut “ Contemporary Behaviorisitik” atau disebut juga “ S-R Psychologists”. Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkngan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berpaku pada prilaku yang dapat diamat. Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. 2. Implikasi Teori-teori Belajar dari Psikologi Behavioristik . a. Prosedur-prosedur pengembangan tingkah laku 1) Shapping Kebanayakan yang diajarkan di sekolah-sekolah adalah tingkah laku kompleks, bukan hanya simple response. Tingkah laku kompleks ini dapat diajarkan melalui proses shapping atau seccesiue apprximations, beberapa tingkah laku yang mendekati respons terminal. Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan, kemudian dijakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid, dan reinforcement terhadap respon yang di inginkan. Fragnier mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid: 1. Datang di kelas pada waktunya 2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespons guru 3. Menunjuk hasil-hasil tes dengan baik 4. Mengerjakan pekerjaan rumah 5. Penyempurnaan Hewet menyelenggarakan engineered clasroom untuk menolong murid-murid yang mengalami hambatan emosional dengan mengorganisasi murid-murid itu secara Graduated hie rachy. 2.) Modeling Modeling adalah suatu bentuk belajar yang tak dapat disamakan dengan Classical Condittioning. Dalam modelling, seseorang yang belajar mengikuti kelakuan irang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modeling atau imitasi dari pada melalui pengajaran langsung. Bandura membagi tingkah laku imitatif menjadi tiga macam: 1. Inhibitory-disinhibitory effect merupakan kuat lemahnya tingkah laku oleh karena pengalaman tak menyenangkan atau oleh Vicorious Reinforcement. 2. Eleciting effect merupakan ditunjangnya suatu respons yang pernah terjadi dalam diri, sehingga timbul respons serupa. 3. Modelling Effect merupakan pengembangan respons-respons baru melaui observasi terhadap suatu model tingkah laku. modelling dapat dipakai untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan akademis dan motorik. b). Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku 1. Memperkuat Tingkah Laku Bersaing Dalam usaha mengubah tingkah laku yang tidak di inginkan diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiantan-kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melawan dan hilir mudik. 2. Ekstingsi Ekstingsi dilakukan dengan membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti modeling dan Sosial Reinforcement. Guru-guru sering mengalami kesulitan mengadakan ekstinasi karena mereka harus belajar mengabaikan misbehavioris tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah laku yang dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang menyinggung perasaan murid-murid. Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid-murid memperhatikan kesana kemari, maka perubahan interaksi guru murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut. 3. Satiasi Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang untuk melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contohnya: Seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu sehingga anak itu bosan. 4. Perumahan Lingkungan Stimulus Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimulus yang mempengaruhi tingkah laku. Jika murid terganggu suara gaduh di luar kelas, ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu. Jika suatu tugas sulit mengecewakan murid, maka guru bisa mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika dikelas ada dua orang murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka. 5. Hukuman Langkah untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan dikelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengtasi tingkah laku yang tak di inginkan dalam eaktu singkat, waktu itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang pesti dilakukan oleh murid. Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak menghukum. Ada 2(dua) bentuk hukuman berikut ini: – Pemberian stimulus derita, misalnya bentakan, cemoohan, ataupun ancaman. – Pembatalan Perlakuan Positif, misalnya mengambil kembali suatu permainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama teman-temannya. 1). Langkah-langkah Dasar Memodifikasi Tingkah Laku Berikut ini langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modifikasi tingkah laku: 1. Rumuskan tingkah laku yang di ubah secara operasional 2. Amatilah frekuensi perilaku yang perlu di ubah 3. Cipatakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingkah laku yang di inginkan 4. Identifikasai reinforces yang potensial 5. Perkuatlah tingkah laku yang di inginkan, jika perlu gunakan prosedur-prosedur untuk memperbaiki itngkah laku yang tidak pantas 6. Rekam atau catatlah tingkah laku yang diperbuat untuk menentukan kekuatan-kekuatan atau frekuensi respons yang telah ditingkatkan. 2). Pengajaran Terprogram pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning bagi belajar manusia disekolah pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengjaran diri sendiri yang menyajikan suatu topic yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid.Tiap-tiap pekerjaan murid langsung diberi feed back , program dapat tertuang dalam buku-buku, mesin-mesin mengajar, atau komputer ( Computer Asisten Intruction). Pengajaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan: 1. Merinci bahan pelajaran menjadi inti-inti kecil 2. Memaksa murid mereaksi unit-unit kecil itu 3. Memberitahukan hasil belajar secara langsung 4. Memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri Ada macam-macam pengajaran terprogram antara lain berikut ini: 1. Program linier, program ini dikembangkan oleh Skinner. Penyusun program menentukan urutan-urutan kegiatan murid untuk menyelesaiakan program. Tiap bagian program berisi perincian kecil pengetahuan. 2. program Intrinsik atau branching program. Program ini dikembangkan oleh Croder. Dalam program ini respons-respons murid menentukan rute atau arah kegiatan murid itu. Rute-rute alternatif disebut branches yang merupakan prediktor-prediktor permasalahan yang akan memperbaiki respon murid. Crowed menggunakan pertanyaan pilihan ganda. 3). Program-program pengajaran Individual Tiap-tiap unit belajar mengajar dimulai dengan tujuan belajar yang akan diapai oleh murid baru kemudian aktifitas belajarnya. Aktifitas belajar terdiri atas bahan-bahan pelajaran, pertanyaan tes, dan pertanyaan diskusi. Jika murid dapat menyelesaiakan tes-tes dengan baik, ia melanjutkan belajar pada unit-unit berikutnya. Jika ia gagal, maka ia berkonsultasi dengan guru. Sistem PLAN menggunakan komputer yang mereka pakai setiap kemajuan dan performance murid. Dengan program pengajaran indivudual. Murid-murid belajar secara maju. Berkelanjutan menurut kemampuan dan minat mereka. 4). Analisis Tugas Komponen-komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan: 1. Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral 2. Membagi Taks menjadi Subtaks 3. Menentukan hubungan dan aturan logis antara Subtaks 4. Menetapkan bahan dan prosedur mengajarkan tiap-tiap Subtaks 5. Memberi feedback pada setiap penyelesaian Subtaks atau tujuan-tujuan terminal Salah satu fungsi guru yang terpenting adalah setelah ia menentukan tujuan ia menganalisis tugas. Analisis tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid. Bagi penyusun program, analisi membantu menetukan susunan bahan pelajaran dalam mesin belajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur urutan unit-unit belajar. 5). Suatu Pendekatan Belajar Tuntas Bloom mengemukakan penguasaan belajr murid-murid. Kebanyakan (barangkali 90%) dapat menguasai apa yang harus diajarkan oleh guru kepada mereka. Berikut ini sebuah Outline Strategi belajar tuntas menurut Bloom. 1. Pelajaran terbagi menjadi unit-unit kecil untuk satu atau dua pelajaran 2. Bagi masing-masing unit, tujuan intrksional di rumuskan dengan jelas 3. Learning teks dalam masing-masing unit diajarkan dengan pengjaran kelompok reguler. 4. Pada tiap-tiap akhir unit belajar diselenggarakan test-tesrt diagnostik (formative test untuk menetukan apakah murid-murid telah menguasai unit belajar, jika belum apa yang harus dilakukan oleh murid 5. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan belajar dapat dipakai prosedur-prosedur, bekerja kelompok dengan kelompok-kelompok kecil, dengan membaca kembali bagian-bagian tertentu, menggunakan bahan-bahan terprogram dan audiorisual aids, serta penambahan eaktu belajar. 6. Bilamana unit-unit terselesaikan, suatu tes akhir (sumative tes) diselenggarakan untuk menetukan nilai pelajaran pada si murid. Strategi Bloom berbeda dengan pelajaran kelas konvensional karena menekankan: 1. Penggunaan unit-unit belajar kecil 2. Penggunaan tes diagnostic 3. Prosedur-prosedur korektif untuk mengtasi kesulitan belajar murid. Bloom mengemukakan bahwa program-program belajar tuntas mengembangkan minat dan sikap positif terhadap mata pelajaran. 6). Pemikiran tentang Model Belajar Mengajar Model belajar mengajarkan menunjukkan bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi keputusan-keputusan metodologi guru. Prinsip-prinsip operant conditioning dan analisis tugas terlaksana dengan berhasil pada berbagai macam di berbagai macam murid di berbagi situasi belajar. Analisis tugas berguna untuk perencanaan program pendidikan individual sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus murid. Belajar tuntas menggunakan analisis tugas untuk mengembangkan kurikulum yang menjamin tingkat keberhasilan yang tinggi. Modifikasi tingkah laku digunakan oleh guru untuk pengelolaan kelas, karena memberikan prinsip-prinsip keakuan guru yang efektif. B. TEORI BELAJAR PSIKOLOGI KLASIK 1. Teori klasik Menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha dari organisme untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan suatu respon Teori psikolgi klasik di bagi menjadi dua macam yaitu : • Badan (body) 1.objek sampai ke alat indra 2.yang ada dalam badan yang berfikir,merasa,berkeinginan,mengontrol,kegiatan badan,bertangung jawab • Jiwa (mind) 1.realita non materil 2.rasa sakit,aspirasi,apriasasi,tujuan dan kehendak 3.bersifat permanen 2. Teori pengkondisian klasik Teori pengkondisian klasik antara lain sebai berikut : a. Unconditioned stimulus adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu . b. Unconditioned respon adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US , dalam eksperimen pavlo air liur anjing yang merespon makanan . c. Konditionet respon adalah respon yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US-CS. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkngan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berpaku pada prilaku yang dapat diamati. Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kami selaku penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Sebagai bahan evalusi untuk pembuatan makalah-makalah yang selanjutnya. B. SARAN Perkembangan dunia Pendidikan terus berlangsung sejalan dengan tuntunan hidup manusia untuk menjawab perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi yang semakin hari semakin maju dan kompleks. Dunia Pendidikan juga dituntut untuk peka terhadap perubahan dan perkembangan sekecil apapun dalam dunia ilmu pengatahuan dan teknologi dalam konteks ini peran guru tidaklah kecil .guru sebagai ujung tombak pelaksana Pendidikan terdepan dituntut untuk terus mengembangkan pengatahuan , kemampuan serta keterampilan . DAFTAR PUSTAKA [1] http://id.wikipedia.org/wifi/Teori-Belajar-Behavioristik [2] Sudarwan danim dan khailil,psikologi pendidikan. (
Karakteristik dan ragam belajar
- Pendahuluan
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Namun manifestasi atau perwujudan dasarnya adalah merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai berbagai macam dari definisi Manifestasi Perilaku Belajar itu sendiri.
- Tujuan
- Untuk mengetahui karakteristik dan ragam belajar
- Untuk mengetahui ciri –ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting
- Untuk mengetahui ragam belajar
- Pembahasan
- Karakteristik dan ragam belajar
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti ciri, tabiat, watak, dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang yang sifatnya relatif tetap. Karakteristik peserta didik dapat diartikan keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau tujuannya.
Ragam belajar menurut muhibin 1999:125 dalam belajar dikenal adanya bermacam- macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan yang lainya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Karakteristik dan ragam belajar adalah perilaku belajar yang di tandai dengan oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
- Ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting
- Perubahan intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa siswa-siswi menyadari akan adanya perubahan yang dialami, atau ia sekurang-kurangnya ia meraskan adanya perubahan pada dirinya seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan, dan seterusnya. Karena secara fitrah individu yang bersangkutan tidak menyadari atau tidak menghendaki keberadaanya.
- Perubahan positif dan aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif, positif artinya baik, bermartabat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan,yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik dari pada sebelumnya. Adapun perubahan yang terjadi dengan sendirinya seeperti karena proses kematangan (msialnya, bayi yang bias merangkak setelah bias duduk), karena usaha anak itu sendiri.
- Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa makna dan manfaat tertentu bagi siswa dan siswi. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relative menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.
perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa-siswi menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsunagn hidupnaya. Selain itu, perubahan effektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya perubahan positif lainnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa/siswi belajar menulis, maka di samping ia akan mampu merangkaikan kata dan kalimat dalam bentuk tulisan, ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya seperti membuat catatan,mengarang surat, dan bahkan menyusun karya sastra atau karya ilmiah.
Hasil belajar dipengaruhi beberapa faktor, antara lain karakteristik belajar dan motivasi belajar. Karakteristik belajar yaitu kebiasaan belajar yang baik dan motivasi belajar yaitu keseluruhan kekuatan dan daya penggerak/pendorong agar tujuan belajar tercapai optimal.
3. Ragam belajar
Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya, maupun dalam aspek tujuan dan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga beraneka macam. Berikut adalah beberapa ragam belajar:
- Ragam abstrak
Ragam abstrak adalah belajar yang menggunakan cara berfikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh dan memecahkan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat. Disamping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, astronomi dan juga sebagian materi bidang studi agama seperti tauhid.
- Ragam sosial
Ragam social pada umumnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memcahkan masalah-masalah social seperti masalah keluarga, persahabatan, kelompok dan masalah lainnya yang bersifat kemasyarakatan. Selain itu, belajar social juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan bersama dan member peluang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proporsional
- Ragam pemecahan masalah
Ragam pemecahan masalah yaitu belajar dengan menggunakan metode-metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional,lugas dan tuntas.
- Ragam belajar rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan rasional. Tujuannya adalah untuk memperolah aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah.
- Ragam Keterampilan
Ragam keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot(neuromuscular) tujuannya adalah untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu, dalam belajar jenis ini latihaan secara intensif dan teratur amat diperlukan, termasuk dalam belajar ini misalnya belajar olahraga, music, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik dan juga sebagian bidang study agama seperti ibadah shalat dan ngaji.
- Ragam Kebiasaan
Ragam kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaabaru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada, belajar kebiasaan selain menggunakan perintah, suritauladan da pengalaman khusus juga penggunaan ganjaraan dan hukuman (reward&punishment), tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu arti tepat dan positif diatas adalah selaras dengan norma dan tata nilai yang berlaku, baik yang bersifat religious maupun yang bersifat cultural dan tradisional, belajar kebiasaan lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan keluarga sebagaimana yang dimaksut oleh undang-undang system pendidikan nasional tahun 2003 bab VI bagian keenam pasal 27 ayat (1) namun demikian, tentu tidak tertutup kemungkinan penggunaan pelajaran agama sebagai sarana belajar kebiasaan bagi para siswa.
Ragam belajar adalah merupakan keragaman dari metode cara seorang belajar(bias disebut gaya belajar).setiap orang memiliki metode belajar yang berbeda. Metode belajar bisa dibagi 3 yaitu :
- Visual orang dengan gaya belajar visual cenderung memahami sesuatu (seperti pelajaran) dengan melihatnya secara langsung.Gaya belajar tipe visualadalah gaya belajar yang dominan dengan visual. Berikut beberapa ciri dari belajar tipe visual :
- Berbicara dengan cepat
- Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang singkat
- Senang terhadap seni dari pada music
- Suka mengantuk ketika mendengarkan penjelasan yang panjang lebar
- Auditorial orang tersebut lebih mudah untuk memahami sesuatu dengan mendengarnya. Gaya belajar auditorialadalah gaya belajar yang dominan dengan auditorial atau pendengaran. Berikut beberapa cirri dari belajar tipe auditorial ;
- Berbicara dengan diri sendiri saat bekerja atau belajar
- Lebih senang music dari pada seni yang melibatkan visual
- Senang berdiskusi
- Berbicara dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar
- Kinestetik orang tersebut lebih mudah memahami sesuatu dengan bergerak (dengan praktek langsung).Gaya belajar tipe kinestetik adalah gaya belajar yang dominan dengan praktek atau eksperimen atau yang dapat diuji coba sendiri. Berikut beberapa cirri dari belajar tipe kinestetik :
- Berbicara dengan perlahan dan cermat
- Berorientasi pada fisik dan banayak gerak
- Menghafal smbil belajar dan melihat
- Banyak menggunakan bahasa tubuh
D. Diskusi
Sesi pertama :
- Nama penanya: Fatun febrianti
Pertanyaannya: Bagaimana strategi yang dapat di terapkan untuk mengenali dan memahami karakteristik peserta didik?
Jawaban: a. Mengenali peserta didik lebih dalam
b. Perlakukan siswa dengan adil
c. lakukan pendekatan dengan peserta didik dengan berdiskusi hal-
hal yang menarik
- Nama penanya: Indria ningsih
Pertanyaanya: Jelaskan secara singkat konsep berfikir secara abstrak?
Jawaban: Untuk memperoleh dan memecahkan masalah-masalah yang tidak nyata,
- Nama penanya: Nurhalifah
Pertanyaanya: Apa saja kelemahan dan kelebihan ragam sosial
Jawaban: Kelebihan ragam social adalah untuk menguaasai pemahaman dan memecahkan masalah social seperti masalah keluarga, persahabatan, kelompok, dan masalah yang bersifat kemasyarakatan.
Kelemahan ragam sosial adalah munculnya persaingan yang tidak sehat, dan munculnya konflik yang sangnat besar .
Sesi kedua:
- Nama penanya: Nurlaela
Pertanyaannya: Jelaskan apa itu karakteristik dan ragam belajar?
Jawaban: Karakteristik dan ragam belajar adalah perilaku belajar yang di tandai dengan oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
- Nama penanya: Yuliana B
Pertanyaannya: Bagaimana seorang guru menyikapi peaserta didik dengan karakteristik yang berbeda?
Jawaban: Salah satu sikap guru dalam menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda adalah dengan menyapaikan apa yang anda pikirkan dengan cara interaksi yang baik dan tidak melukai hati anak-anak.
- Penutup
- Kesimpulan
Memebahas tentang ciri perubahan khas yang menjadi karakterisitk perilaku belajar yang penting, dan membahas tentang ragam belajar.
- Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan berhati-hati dalam menjelaskan makalah dengan sumber –sumber yan lebih banyak lagi.
- Referensi
Klik untuk mengakses Modul%20Bahan%20Belajar%20-%20Pedagogi%20-%202021%20-%20P2.pdf
Referensi
Klik untuk mengakses Modul%20Bahan%20Belajar%20-%20Pedagogi%20-%202021%20-%20P2.pdf
https://text-id.123dok.com/document/7q01w3r3z-teori-belajar-ragam-ragam-belajar.html
http://anggun3112.blogspot.com/2013/04/karakteristik-dan-ragam-belajar.html
Ditulis olehAmar Riswanhttp://anggun3112.blogspot.com/2013/04/karakteristik-dan-ragam-belajar.htmlDitulis olehAmar Riswan
http://anggun3112.blogspot.com/2013/04/karakteristik-dan-ragam-belajar.html
Konsep dasar belajar
- PENDAHULUAN
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan seringkali tidak sejalan dengan konsep dan prinsip dasar pembelajaran. Dunia pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak mampu menggambarkan konsep dan prinsip dasar pembelajaran secara komprehensif.
Praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, dan kepastian (Degeng, 2000). Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyeragaman pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan keberagaman/perbedaan. Dari uraian di atas maka para pendidik dan para perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1.2.1 Bagaimana Konsep Dasar Pembelajaran ?
1.2.2 Apa pengertian dari Hakikat Belajar dan Pembelajaran ?
1.2.3 Bagaimanakah Proses Pembelajaran ?
1.2.4 Apa sajakah Prinsip – Prinsip Pembelajaran ?
B. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui Konsep Dasar Pembelajaran
1.3.2 Untuk mengetahui Pengertian Hakikat Belajar dan Pembelajaran
1.3.3 Untuk mengetahui Proses Pembelajaran
1.3.4 Untuk mengetahui Prinsip – Prinsip Pembelajara
- PEMBAHASAN
1 Konsep Dasar Pembelajaran
Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori, sedangkan teori akan berkaitan dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah. Jika teori berhubungan dengan konsep maka dalam uraian tentang konsep dasar pembelajaran akan tertuju pada landasan ilmiah pembelajaran. Dalam belajar ada yang dinamakan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Oleh karena itu, guru hendaknya berperan dalam memfasilitasi agar terjadi proses mental emosional siswa tersebut sehingga kemajuan belajar dapat dicapai dalam proses pembelajaran.
Setelah mengalami proses pembelajaran ada yang dinamakan hasil belajar sebagai suatu yang ditentukan oleh usaha sesorang dalam melaksanakan kegiatan belajar. Pada dasarnya, hasil belajar ini ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang meliputi segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dan hasil belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam mencapai tujuannya baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam proses pembelajaran harus ada hal yang dapat dijadikan sebagai motivasi atau dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2 Hakikat Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang di sengaja yang di lakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Menurut Sudjana (1989:28), belajar merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Sedangkan belajar menurut Gagne (1984), adalah suatu proses perubahan perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Beberapa pengertian belajar yang di pandang dari tujuan dan proses berbagai pengalaman diantaranya :
a. Belajar merupakan suatu proses, yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang di mulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
b. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen.
c. Hasil belajar ditunjukan dengan aktivitas-aktifitas tingkah laku secara keseluruhan.
d. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap, dan sebagainya.
Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar yaitu:
- Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat di amati orang lain akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Guru melihat dari kegiatan siswa sebagai aktivitas siswa pikiran dan perasaan siswa sebagai contoh siswa bertanya ,menanggapi, menjawab pertanyaan, memecahkan persoalan, melaporkan hasil kerja,membuat rangkuman. Itu semua gejala yang tampak dari aktivitas mental dan emosional siswa.
- Perubahan perilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan prilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan prilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya, pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan penguasaan nilai-nilai dan skap bertambah pula. Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan prilaku sebagai hasil belajar di klasifikasikan menjadi tiga domain yaitu:
1) Kognitif
Kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension), menerapkan (application), menganalisis (analysis) dan mengevaluasi (evaluation).
2) Afektif
Afektif berkaitan dengan prilaku daya rasa atau emosional manusia.
3) Psikomotorik
Psikomotorik berkaitan dengan prilaku dan bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan fisik).
- Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berintraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, lingkungan fisik adalah lingkungan di sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun dalam bentuk ciptaan manusia (cultural). Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang merangsang / menantang siswa untuk belajar apalagi bagi siswa SD yang perkembangan intelektualnya masih membutuhkan alat peraga. Semua lingkungan yang di perlukan untuk belajar siswa ini akan menjadi bahan belajar dan pembelajaran yang efektif.
3. Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran,Pembelajaran adalah suatu upaya yang di lakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk
membelajarkan siswa yang belajar dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Definisi pembelajaran menurut para ahli :
· Gagne dan Briggs (1979:3), Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang internal.
· Zaenal Aqib (2002:41). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, materil, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran serta mempersiapkan peserta didik menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari dengan mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik
Dengan arti lain bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar dengan mendapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama karena adanya usaha. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan, melainkan menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran tatap muka. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks lagi jika dilaksanakan dengan pola dan bahan pembelajaran yang bervariasi. Menurut Modhoifir (1987:30) pada garis besarnya ada tiga pola pembelajaran :
a. Pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga. Pola pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan guru dalam mengingat bahan pembelajaran dan menyampaikan bahan tersebut secara lisan kepada siswa.
b. Pola (guru + alat bantu) dengan siswa. Pola pembelajaran ini guru sudah di bantu oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam menjelaskan dan menerangkan suatu pesan yang bersifat abstrak.
c. Pola (guru) + (media) dengan siswa. Pola pembelajaran ini sudah mempertimbangkan keterbatasan guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar. Guru dapat memanfaatkan berbagai media pembelajaran. Jadi pola pembelajaran bergantian antara guru dan media interaksi dalam berintraksi dengan siswa
Selain pola pembelajaran yang bervariasi, peran guru juga menentukan proses penyampaian pembelajaran. Menurut Adams & Dickey ( dalam Oemar hamalik, 2005 ), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
1). Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)
2). Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor)
3). Guru sebagai ilmuan (teacher as scientist)
4). Guru sebagai pribadi (teacher as person)
Bahkan dalam arti luas , sekolah berubah fungsi menjadi penghubung antar ilmu/teknologi dengan masyarakat, dan sekolah lebih aktif ikut dalam pembangunan, maka peran guru menjadi luas.
- Proses Pembelajaran
Bila semua paradigma masyarakat perguruan tinggi telah memahami dengan baik tentang proses pembelajaran siswa aktif (Learning how to learn) penyiapan sumber daya telah di atur dengan baik, dan penyiapan konten yang sudah tersedia dengan baik dan RPP/SAP yang telah mengatur dengan baik mekanisme proses pembelajaran, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah.
Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai menutup pelajaran, sebagai berikut :
a. Kegiatan awal, yaitu: melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan bila di anggap perlu memberikan pre-test;
b. Kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang di lakukan guru dalam memberikan pengalaman belajar, melalui berbagai strategi dan metode yang di anggap sesuai dengan tujuan dan materi yang akan di sampaikan;
c. Kegiatan akhir, yaitu menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah bila di anggap perlu.
5. Komponen – Komponen Pembelajaran
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalamkeseluruhan berlangsungnya suatu proses pembelajaran untuk mencapai suatu pembelajaran yang optimal. Jadi, komponen pendidikan adalah bagian-bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan (Slameto, 2010). Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:
A. Tujuan pendidikan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogamkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dalam kegiatannya. Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti: bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber dan evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan Pendidikan menurut Dimyati, dkk (2009) yaitu :
1. Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan pendidik dan peserta didik dalam proses pengajaran;
2. Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada pendidik dan peserta didik;
3. Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk kepada pendidik dalam rangka memilih dan menentukan metode mengajar atau menyediakan lingkungan belajar bagi peserta didik;
4. Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka memilih dan menentukan alat peraga pendidikan yang akan digunakan; dan
5. Tujuan pendidikan penting dalam menentukan alat/ teknik penilaian pendidik terhadap hasil belajar peserta didik.
Ada bermacam – macam tujuan pendidikan menurut M. J. Langeveld (Siswoyo, 2007: 26), yaitu:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/ kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Menurut Langeveld tujuan umum atau tujuan akhir, akhirnya adalah kedewasaan, yang salah asatu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi mandiri. Dan menurut Hoogveld (Soekarlan, 1969: 29) mendidik itu berarti membantu manusia agar mampu menunaikan tugas hidupnya secara berdiri sendiri.
b.Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal. Misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.
c. Tujuan tak lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia.Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja. Salah satu aspek psikologis misalnya hanya mengembangkan emosi dan pikiran saja.
d. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan jika tujuan sementara sudah tercapai maka ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain. Misalnya: orang tua ingin agar anaknya berhenti merokok, dengan dikurangi uang sakunya. Kalau sudah tidak merokok, lalu ditingalkan dan diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka begadang.
e. Tujuan Intermedier
Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya: anak yang dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia mempunyai rasa tanggung jawab. Membiasakan mmbagi-bagi tugas pada anak satu dngan lainnya juga berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar kelak mereka memiliki rasa tanggung jawab.
f. Tujuan Insidental
Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika atau spontan. Misalnya: pendidik menegur anak yang bermain kasar ketika bermain sepak bola. Selain itu, orang tua yang menegur anaknya untuk duduk dengan sopan.
Dalam bukunya, Djamarah (2010: 42) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) peserta didik yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan peserta didik dapat memahami dan mengamalkannya.
B. Peserta didik
Menurut Hamalik, (2004), peserta didik adalah salah satu komponen dalam pengajaran dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah komponen yang terpenting diantara kelompok lainnya. Pada dasarnya peserta didik adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta didik, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran. Tanpa adanya peserta didik, pendidik tak akan mungkin mengajar. Sehingga peserta didik adalah komponen yang penting dalam hubungan proses belajar mengajar ini. Menurut J. Locke berpandangan bahwa jiwa anak bagaikan tabu rasa, sebuah meja lilin yang dapat ditulis dengan apa saja bagaimana keinginan si
pendidik. Sedangkan menurut J.J. Rousseau memandang anak sebagai seseorang yang memiliki jiwa yang bersih dan karena lingkungan maka ia jadi kotor. Berbeda dengan pandangan di atas maka menurut psikologi modern, anak adalah suatu organisme yang hidup, yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya, yang memiliki suatu kebutuhan, minat, kemampuan, dan masalah-masalah tertentu. Tujuan mengenal peserta didik dengan maksud agar pendidik dapat membantu pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif. Mengenal dan memahami peserta didik sangat penting agar pendidik dapat menentukan bahan-bahan yang akan diberikan, menggunakan prosedur belajar yang serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan.
C. Pendidik
Sebelum memulai tugasnya, pendidik harus terlebih dahulu mempelajari kurikulum dan memahami program pendidikan yang sedang dilaksanakan. Hal – hal yang harus dipersiapkan pendidik setiap akan mengajar yaitu :
1) Membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Karena itu pendidik harus memahami benar tentang tujuan pengajaran, cara merumuskan tujuan mengajar, memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2) Memahami bahan pelajaran sebaik mungkin dengan menggunakan berbagai sumber
3) Memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga,
Dengan melaksanakan tugasnya, ia perlu mengadakan kerja sama dengan orang tua peserta didik, dengan badan-badan kemasyarakatan dan sekali-sekali membawa peserta didik mengunjungi objek-objek yang perlu diketahui peserta didik (Slameto, 2010). Selain itu pendidik memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, seperti yang dikemukakan oleh Adams dan Dickey bahwa peran pendidik sesungguhnya sangat luas, meliputi:
a) Pendidik sebagai pengajar
Pendidik bertugas memberikan pengajaran di dalam kelas.Dengan menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan. Selain itu pendidik harusberusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya terhadap peserta didik melalui pengajaran yang diberikan.
b) Pendidik sebagai pembimbing
Pendidik berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal dirinya sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Pendidik perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik mengumpulkan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar.
c) Pendidik sebagai pemimpin
Pendidik berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar peserta didik, dengan membuat rencana pengajaran bagi kelasnya; mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya; melakukan manajemen kelas; mengatur disiplin kelas
d) Pendidik sebagai ilmuwan
Pendidik dipandang sebagai orang yang berpengetahuan. Pendidik bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya.
e) Pendidik sebagai pribadi
Sebagai pribadi, setiap pendidik harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta didiknya, oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar pendidik dapat melaksanakan pengajaran secara efektif.
f) Pendidik sebagai penghubung
Sekolah berdiri diantara dua kewajiban, yakni kewajiban untukmengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus menerus berkembang, dan keajiban untukmenampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Di antara kedua kewajiban tersebut disinilah pendidik memegang peranannya sebagai pelaksana.
g) Pendidik sebagai pembaharu
Pendidik memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan pendidik penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaruan di kalangan peserta didik.
h) Pendidik sebagai pembangunan
Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan turut melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu. Pendidik baik secara pribadi dan professional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat
D. Kurikulum
Menurut Sujarwo (2012: 7) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana kegiatan pembelajaran yang berisi tujuan, materi pembelajaran, pembelajaran (metode/strategi), dan penilaian dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kurikulum dipandang sebagai semua pengalaman belajar yang diberikan pendidik kepada peserta didik selama mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan, atau segala usaha lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Materi pembelajaran di dalam kurikulum diartikan sebagai bahan yang hendak diajarkan kepada peserta didik, dengan kata lain materi pembelajaran merupakan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari peserta didik sesuai dengan standard kompetensi yang telah ditetapkan.
.
E. Strategi
Strategi dapat diartikan sebagai pokok-pokok yang menjadi acuan untuk bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi menjadi komponen pembelajaran yang memiliki arti suatu rencana kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sujarwo (2012: 7-8) strategi merupakan suatu penataan mengenai cara mengelola, mengorganisasi dan menyampaikan sejumlah materi pembelajaran untuk dapat mewujudkan tujuan pembelajaran, sedangkan pembelajaran merupakan pengaturan informasi dan lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Strategi pembelajaran dimaknai sebagai suatu strategi dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga sasaran didik dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan yang diharapkan.Menurut Dick, Carey & Carey (2003: 1) menyebutkan lima komponen umum dari strategi instruksional sebagai berikut :
1) kegiatan pra instruksional ;
2) penyajian informasi ;
3) partisipasi peserta didik ;
4) tes ; dan
5) tindak lanjut.
Strategi pembelajaran pada dasarnya harus menjadi kemampuan pendidik. Pendidik harus mampu merancang dan menerapkan strategi pembelajaran yang dirasa efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajarandengan melihat pada aspek kesesuian pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan acuan kurikulum dan keterlibatan peserta didik.
6. Media Pembelajaran
Media merupakan suatu alat, benda atau seperangkat komponen yang dapat digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan informasi, pesan ataupun suatu hal sehingga informasi atau pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan, yang pada intinya media berperan dalam mempermudah pekerjaan manusia. Menurut Gagne dan Briggs (Arsyad, 2011: 4-5) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset video, film, gambar, grafik, televisi dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan menurut Sujarwo (2012: 10) mengatakan bahwa media dimaknai sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan peserta didik, sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik. Media pembelajaran meliputi; media cetak meliputi : gambar, sketsa, kartun, diagram, chart, grafik, poster, dan media elektronik meliputi : audioseperti: a) radio, tape, b) visualseperti: film, slide, film strip, film loop, epidioskop OHP, c) audio visualseperti: televisi, film suara. radio vision, slidesuara, tape dan film suara.
F. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berkelanjutan dan dilakukan secara menyeluruh dengan tujuan penjaminan, pengendalian dan penetapan kualitas (nilai, makna dan arti) atas berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Dalam Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Menurut Sujarwo (2012: 10-11) evaluasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi adalah suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pengajaran dapat terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut.
6. Prinsip Pembelajaran
Prinsip – prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu diketahui oleh seorang pengajar, dengan memahami prinsip – prinsip pembelajaran, seorang pengajar dapat membuat suatu acuan dalam pembelajaran. Sehingga kegiatan pembelajaran akan berjalan lebih efektif serta dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Prinsip – prinsip pembelajaran yang perlu diketahui adalah :
a. Perhatian dan Motivasi
Dalam proses pembelajaran, perhatian memliliki peranan yang sangat penting sebagai langkah awal dalam memicu aktivitas-aktivitas belajar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Sedangkan Motivasi berhubungan erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat lebih tinggi pada suatu mata pelajaran cenderung lebih memiliki perhatian yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut yang akan menimbulkan motivasi lebih tinggi dalam belajar. Selain itu motivasi merupakan salah satu tujuan dan alat dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik pada kegiatan intelektual dan estetik setelah kegiatan belajar dan mengajar berakhir. Sebagai alat motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
b. Prinsip Keaktifan
Belajar pada hakekatnya adalah proses aktif seseorang dalam melakukan kegiatan secara sadar untuk mengubah suatu perilaku, terjadikegiatan merespon terhadap setiap pembelajaran.
c. Prinsip Keterlibatan Langsung / Pengalaman
Prinsip ini berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya, bahwa setiap kegiatan belajar harus melibatkan diri terjun mengalami.
d. Prinsip Pengulangan
Teori yang dapat dijadikan sebagai petunjuk pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar, antara lain bisa dicermati dari dalil-dalil belajar yang dikemukakan oleh Edward L. Thorndike (1974-1949) tentang Law of Learning, yaitu “Law of effect, Law of exercise, and Law of readiness”
e. Prinsip Tantangan
Implikasi lain dari adanya bahan belajar yang dikemas dalam suatu kondisi yang menantang, seperti yang mengandung masalah yang perlu dipecahkan, siswa akan tertantang untuk mempelajarinya. Dengan kata lain pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk turut menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi tersebut.
f. Prinsip Balikan dan Penguatan
Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apalagi hasil yang baik, merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Balikan segera diperoleh siswa setelah belajar melalui pengamatan melalui metode-metode pembelajaran yang menantang, seperti tanya jawab, diskusi,eksperimen, metode penemuan dan yang sejenisnya akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih rajin dan bersemangat.
g. Prinsip Perbedaan Individual
Perbedaan individual dalam belajar, yaitu bahwa proses belajar yang terjadi pada setiap individu berbeda satu dengan yang lain baik secara fisik maupun psikis, untuk itu dalam proses pembelajaran mengandung implikasi bahwa setiap siswa harus dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa itu sendiri.
D. Diskusi
Pertanyaan
- Ratni : bagaimana mengajak emosional anak
- Naila Avantika : konsep dasar secara umum
- Fatun febrianti : apa saja Langkah-langkah dalam pembelajaran
Jawaban
- – mengajarkan empati
– mengajak bermain
– mengajak untuk berbagi
- Konsep dasar secara umum meruakan suatu prinsip dasr yag fundamental yang harus dipahami para guru dalam rangka melaksanakan proses belajar didalam ruang lingkup Pendidikan. Konsep dasr belajar diharapkan tercapainya suatu tujuan dari proses belajar mengajar yang berkualitas dan dapat diaplikasikan dalam ehidupan sehari – hari.
- – oientasi siswa kepada masalah
- Mengorganisasikan sisw a untuk belajar
- Membimbing enyelidikan individual maupun kelompok
- Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
E. PENUTUP
1 Kesimpulan
Hal yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada di dalam struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh. Jika keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi pondasi (building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep inilah yang dijadikan dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan aturan yang relevan, dan hal-hal lain yang ada keterkaitannya dengan apa yang harus dilakukan oleh individu.
Pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi antara pe belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan pendidik, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu sendiri. Di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut : tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik , bahan atau materi pelajaran, pendekatan dan metode, media atau alat, sumber belajar serta, evaluasi. Semua komponen tersebut saling terkait atau berhubungan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Komponen-komponen pembelajaran tersebut sebagai suatu sistem yang utuh dan saling mendukung satu sama lain.
2. Saran
Di dalam penulisan makalah ini sangat banyak sekali yang harus di perhatikan contohnya di dalam dunia pendidikan seharusnya terapan yang harus di perhatikan adalah yang pertama itu adalah program pendidikan, karena di sinilah kita dapat mengetahui apa yang harus di lakukan oleh setiap sekolah sudah menerapkan suatu program pendidikan yang baik agar tujuannya untuk mendapatkan kualitas peserta didik yang baik dan mempunyai nilai saing dalm dunia pendidikan.
Kami sangat mengharapkan dari berbagai pihak untuk memberikan support atau partisipasinya agar dunia pendidikan akan terus berjalan seiring dengan waktu saat ini dalam mengejar ilmu pengetahuan yang rasional. Peran pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang bermoral dan berilmu tinggi sangat di harapakan oleh masyarakat pada umumnya.
F. DAFTAR RUJUKAN
Arrash. 2011. Konsep Dasar Pembelajaran.(http:// arassh.wordpress.com). diakses 5 September 2013.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Dick, W., Carey, L., & Carey, J.O. 2003. The Systemic Design of Instruction. New York : Harper Collins Publisher Inc.
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati,dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Glendomi. 2012. Komponen-Komponen Pembelajaran,(Online), (http://www.glendomi.com/2012/10/komponen-komponen-pembelajaran_3.html), diakses 5 September 2013.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan. 2009. Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Bandung: Fokus Media
Ihromi.TO.1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Graniedia.
Indry. 2013. Komponen-Komponen Pembelajaran, (Online), (http://indrycanthiq.blogspot.com/2013/04/komponen-komponen-pembelajaran-konsep.html), diakses 5 September 2013.
Koentjaraningrat. 1980. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Kini.Y.B.P.FE.UI Jakarta.
Kosasih Jahiri, dkk. 1979. Pengajaran Studi Sosial/IPS, LPPP -IPS, FKIS –IMP Bandung.
Peraturan Menteri No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
Poerwito. 1991/1992. Ilmu Pengetahuan Sosial. Malang : Departemen P dan K, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah P3G IPS dan PMP.
Slameto. 2010.Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:Universitas Negeri YogyakartaPress.
Soeijono Soekanto.1964. Setangkai Bunga Sosiologi. FE, UI Jakarta.
Soekarlan, Endang. 1969. Pedagogik Umum. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
Soelaimen, M. Munandar 1986, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung : Eresco.
Soemardi.S.1983. Pengantar Sosiologi. FE.UI, Jakarta.
Sujarwo. 2012. Model-model Pembelajaran: suatu strategi mengajar. Yogyakarta
Susilo, H. 1995. Pengantar Pendidikan Lingkungan, PKPKLH Malang.
Selo Soemardjan.1982. Sosiologi Pengantar. Rajawali-Jakarta.
Taneo, S. 2005. Bahan Ajar Materi dan Pembelajaran IPS SD, FKIP Undana – Kupang.